Kerajaan Demak
(1475-1548)
adalah kerajaan Islam terbesar di pantai utara Jawa ("Pasisir"). Pada
awalnya daerah Demak dikenal dengan sebutan Bintoro atau disebut juga Glagah
Wangi, yang merupakan keadipatian (kadipaten) bawahan
Majapahit.
Kerajaan Demak secara geografis terletak
di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak
terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang
penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra),
sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan
Demak.
Kerajaan Demak tidak berumur panjang dan
segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara
kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang
yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu
berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro"
dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan
kerajaan pada periode ketika beribukota di sana dikenal sebagai Demak
Bintara. Pada masa raja ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca
"Prawoto") dan untuk periode ini kerajaan disebut Demak Prawata.
Cikal-bakal
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami
masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah
yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling
mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit, terutama sekali di daerah-daerah
pesisir utara Jawa.
Daerah-daerah pesisir seperti Tuban dan
Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah-daerah yang juga
merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian
Demak sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.
Demak didirikan di perapat terakhir abad
ke-15, kemungkinan besar oleh seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po.
Kemungkinan besar puteranya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma
Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim", mungkin dimaksudkan
"Badruddin" atau "Kamaruddin" dan meninggal sekitar tahun
1504. Putera atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertahta dari tahun 1505
sampai 1518, kemudian dari tahun 1521 sampai 1546. Di antara kedua masa ini
yang bertahta adalah iparnya, raja Yunus dari Jepara.
Tradisi Jawa menceritakan bahwa pada masa
itu, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng
Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng
Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
Atas bantuan daerah-daerah lain yang
sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah
sebagai adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu,
Majapahit memang tengah berada dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan
proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan kemandirian Demak dan mengambil gelar
Sultan Syah Alam Akbar.
Dalam waktu singkat
Demak berhasil menjadi kerajaan besar. Adapun faktor-faktor yang mendorong
Demak cepat menjadi kerajaan besar antara lain :
-
Letaknya
strategis karena di tengah-tengah jalur pelayaran nasional dan dekat dengan
muara sungai
-
Demak
merupakan produsen beras terbesar di Pulau Jawa pada saat itu.
-
Mundurnya
Kerajaan Majapahit
Raden
Patah (1475 – 1518)
Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari
Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di
Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita
dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja brawijaya
sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak
pertentangan dalam istana majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah
tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa
(sekarang bernama kamboja), masih kerabat Raja Champa.
Sang permaisuri memiliki ketidak cocokan
dengan putri pemberian Kaisar yan Lu. Akhirnya dengan berat hati raja
menyingkirkan putri cantik ini dari istana. Dalam keadaan mengandung, sang
putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya Damar. Nah di sanalah Raden
Patah dilahirkan dari rahim sang putri cina.
![]() |
Raden Patah |
Raden Patah memiliki adik laki-laki
seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan tahun, raden patah bersama
adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Mereka mendarat di
pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah sempat tinggal beberapa lama di
ampel Denta, bersama para saudagar muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat
dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho yang juga dikenal
sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin, seorang panglima muslim.
Raden patah mendalami agama islam bersama
pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan
Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah
dipercaya menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi
oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200 tentaranya. Raden patah memusatkan
kegiatannya di Bintara, karena daerah tersebut direncanakan oleh Walisanga
sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Di Bintara, Patah juga mendirikan pondok
pesantren. Penyiaran agama dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu
pengetahuan. Perlahan-lahan, daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan
perniagaan. Raden patah memerintah Demak hingga tahun 1518, dan Demak
menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.
Dalam masa pemerintahan Raden Patah,
Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan
pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan
musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan
dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia melanklukkan Girindra Wardhana
yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan
majapahit.
Pada tahun 1511 Masehi, terdengar kabar
di Jawa, Kesultanan Malaka berhasil dijebol pertahanannya oleh Kerajaan
Portugis. Malaka dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah (1488-1511 Masehi)
tidak mampu membendung serangan armada laut Portugis yang datang dari India.
Dibawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque, Malaka berhasil dihancurkan. Laksmana handal
Malaka, Hang Tuah, gugur.
Penyerangan Kerajaan Portugis ke
Kesultanan Malaka ini dipicu oleh sikap Kesultanan-Kesultanan Islam yang
diskriminatif dalam hubungan perdagangan dengan bangsa Eropa yang mayoritas
beragama Nashrani. Faktor lain yang menyebabkan bangsa Eropa berlomba-lomba
ingin menguasai wilayah kaya rempah-rempah adalah jatuhnya kota Constantinopel,
ibu kota Kerajaan Romawi Timur pada tahun 1453 ketangan Kesultanan Turki
Utsmani. Kerajaan Romawi Timur tunduk dibawah kekuasaan kaum Islam. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi bangsa Eropa.
Kesultanan Turki mempersulit para pedagang Eropa beroperasi diwilayahnya.
Padahal bangsa Eropa memerlukan pasokan rempah-rempah.
Hal ini pulalah yang memicu munculnya
semangat ekstrim bangsa Eropa yang dikenal dengan semangat RECONQUESTA,
yaitu semangat membalas dendam kepada kekuasaan Islam dimanapun berada. Politik
konfrontasi dikedepankan oleh bangsa Eropa terhadap Kesultanan-Kesultanan Islam
diseluruh dunia. Dan Malaka, kini menjadi sasarannya. Jatuhnya Malaka adalah
suatu keberhasilan luar biasa bagi Portugis, karena kala itu Malaka adalah pusat
perdagangan Islam di Asia Tenggara.
Malaka adalah jalur utama perdagangan
Nusantara. Jika Malaka dikuasai Portugis, maka pedagang-pedagang Islam akan
kesulitan melakukan kegiatan perekonomian. Maka, atas fatwa Dewan Wali Sangha,
Sultan Syah Alam Akbar Jiem Boen-ningrat I, penguasa Demak Bintara, mengutus
putra sulungnya, Raden Yunus (Pati Unus) memimpin Armada Laut Demak untuk menyerang
Malaka.
Maka, pada tahun 1513, dua tahun
setelah kejatuhan Malaka ditangan Portugis, beribu-ribu Armada Laut Demak berlayar
menuju Malaka dengan persenjataan lengkap dibawah pimpinan
putra Raden Patah., Pati Unus atau Adipati Yunus.
Peperangan sekali lagi akan terjadi. Malaka, sekali lagi akan dijadikan ajang
pertumpahan darah. Pertumpahan darah yang dipicu oleh masalah politik, ekonomi
dan agama.
Peperangan-pun pecah. Portugis
mati-matian membendung serangan besar-besaran dari Lasykar Jawa. Portugis
terpukul mundur. Lasykar Jawa begitu dahsyatnya. Beberapa wilayah Malaka
berhasil diduduki Lasykar Jawa.
Namun sayang, penyerangan ini tidak
disertai dukungan penuh dari pihak Malaka. Malaka diam-diam malah mempersulit
gerak laju Lasykar Jawa. Mereka takut, jika Portugis berhasil dipukul mundur,
maka sekali lagi, Malaka akan jatuh ketangan orang-orang Jawa seperti saat Majapahit
berkuasa.
Dan pada akhirnya, Portugis berhasil
memukul mundur Lasykar Demak Bintara dari Malaka. Kekalahan telak bagi Demak,
meskipun serangan tersebut dibantu pula oleh Aceh dan
Palembang. Sisa-sisa Pasukan Laut Demak akhirnya bertolak kembali ke Jawa.
Untuk mengenang peristiwa ini, maka Raden
Yunus, pemimpin Lasykar Demak yang menyerang Portugis di Malaka,mendapat gelar
kehormatan, Pangeran Sabrang Lor (Pangeran Yang Pernah Menyeberang ke Utara).
Dalam bidang dakwah islam dan
pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai
aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid
(1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian
masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
Pesatnya perkembangan Agama Islam pada
masa itu, maka Raden Patah mendapat gelar pula Senopati Jimbun Ngabdurahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Raden Patah memiliki beberapa orang
putra-putri, dan yang terkenal diantaranya adalah Raden Yunus, sebagai putra
sulung, kelak terkenal dengan nama Adipati Yunus ( Dipati Unus) dan juga
terkenal dengan gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran Yang Pernah Menyeberang Ke
Utara). Putra kedua bernama Raden Suryawiyata, kelak dikenal dengan gelar
Pangeran Sekar Seda Lepen (Bunga Yang Gugur Ditepi Sungai). Yang ketiga
Pangeran Trenggana, kelak terkenal dengan gelar Sultan Trenggana. Yang keempat
seorang putri, yang kelak dinikahkan dengan bangsawan Pasai yang tersohor,
Fatahillah.
Di bawah Pati Unus (1518 – 1521)
![]() |
Pati Unus |
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak
yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam
dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka,
kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Tiga tahun kemudian, tepat pada tahun
1521 Masehi, Raden Yunus terbunuh oleh sisa-sisa lasykar Majapahit yang merasa
semakin tersudutkan. ( Dalam berbagai cerita tradisional, dikisahkan Keris
Kyai Naga Sasra menggigit punggung Raden Yunus hingga wafat : Damar Shashangka).
Raden Yunus belum memiliki seorang putra. Hal ini mengakibatkan Dewan Wali
Sangha harus menunjuk adik Raden Yunus untuk memegang tampuk pemerintahan
Demak.
![]() |
Armada Kapal Pati Unus |
Di bawah Trenggana (1521 – 1548)
Dewan Wali Sangha terpecah menjadi dua kubu menjelang pemilihan Sultan Demak pengganti Raden Yunus. Sebagian mengusulkan Raden Suryawiyata, putra kedua Raden Patah sebagai pengganti, dan sebagian yang lain mengusulkan Pangeran Trenggana, putra ketiga Raden Patah sebagai penggantinya.
Kala itu, Dewan Wali Sangha dipimpin
oleh Sunan Giri Dalem, putra Sunan Giri Kedhaton yang telah wafat pada tahun
1506 Masehi. Parktis, kedudukan Sultan di Giri-pun dugantikan oleh Sunan Giri
Dalem. Banyak para wali sepuh yang sudah wafat dan digantikan oleh para wali
muda. Namun ada dua orang wali yang masih hidup dan sangat-sangat disegani.
Keduanya adalah Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus.
Sunan Kudus kini menjabat sebagai
Penasehat Agung Kesultanan Demak. Jabatan sebagai Senopati telah dilepaskannya.
Sedangkan Sunan Kalijaga tetap bermain dibelakang layer. Beliau diam-diam
menggembleng trah Tarub, terutama Raden Getas Pandhawa, putra Raden Bondhan
Kejawen. (Baca catatan saya Misi Peng-Islam-an Nusantara : Damar Shashangka).
Selain itu, beliau juga tengah menunggu Mas Karebet, putra Ki Ageng Pengging
yang kini tinggal di Tingkir untuk beranjak dewasa.
Dan Raden Getas Pandhawa, adalah guru
dari Pangeran Trenggana. Praktis, Pangeran Trenggana adalah cucu murid Sunan
Kalijaga. Dan oleh karena itulah, Pangeran Trenggana lebih pro ke Islam
Abangan.
Dilain pihak, Raden Suryawiyata,
berguru dan bahkan dianggap sebagai murid emas oleh Sunan Kudus. Oleh karena
itu pula, Raden Suryawiyata lebih pro ke Islam Putihan.
Persaingan antara kubu Putihan dan
Abangan ini kembali meruncing setelah beberapa waktu lalu, disaat pemerintahan
Raden Patah sempat mereda. Dan persaingan semakin memanas setelah Raden Yunus
wafat karena terbunuh.
Atas bantuan Sunan Kalijaga yang
berhasil melobi pimpinn Dewan Wali Sangha, Sunan Giri Dalem, suksesi pencalonan
Pangeran Trenggana sebagai Sultan ketiga Demak, berhasil gemilang. Pangeran
Trenggana berhasil menduduki tahta Demak Bintara menggantikan Raden Yunus dan
berhak menyandang gelar Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-ningrat III. Kubu
Islam Abangan berhasil memenangkan pertarungan politik. Hal ini terjadi pada
tahun 1521 Masehi.
Raden Suryawiyata menolak mengakui adiknya sebagai seorang Sultan Demak. Segera setelah dikukuhkannya Pangeran Trenggana sebagai Sultan, Raden Suryawiyata, yang berkedudukan di Kadipaten Jipang Panolan (Sekarang sekitar wilayah Blora, Jawa Tengah : Damar Shashangka.) segera mengadakan gerakan makar. Perlawanan bersenjata-pun terjadi. Peperangan berkobar antara Demak dengan Jipang Panolan. Diam-diam, Sunan Kudus berada dibelakang gerakan ini. Jipang Panolan dan Pesantren Kudus, sebenarnya berhubungan erat. Bahkan beberapa santri Sunan Kudus, diam-diam menyokong gerakan makar ini.
Raden Suryawiyata menolak mengakui adiknya sebagai seorang Sultan Demak. Segera setelah dikukuhkannya Pangeran Trenggana sebagai Sultan, Raden Suryawiyata, yang berkedudukan di Kadipaten Jipang Panolan (Sekarang sekitar wilayah Blora, Jawa Tengah : Damar Shashangka.) segera mengadakan gerakan makar. Perlawanan bersenjata-pun terjadi. Peperangan berkobar antara Demak dengan Jipang Panolan. Diam-diam, Sunan Kudus berada dibelakang gerakan ini. Jipang Panolan dan Pesantren Kudus, sebenarnya berhubungan erat. Bahkan beberapa santri Sunan Kudus, diam-diam menyokong gerakan makar ini.
Peperangan berlangsung alot. Jipang
Panolan sulit ditaklukkan. Namun, pada akhirnya kemenangan berhasil diraih
pihak Pangeran Prawata. Raden Suryawiyata berhasil dipukul mundur dan harus
melarikan diri dari Jipang Panolan. Peperangan benar-benar berhenti manakala
Raden Suryawiyata berhasil dibunuh ditempat persembunyiannya.
Pangeran Prawata, putra sulung Pangeran
Trenggana dan Pangeran Hadiri, menantu Pangeran Trenggana yang dinikahkan
dengan Nimas Ratu Kalinyamat, (Pangeran Hadiri berkuasa didaerah Kalinyamat
dan bergelar Pangeran Kalinyamat atau Sunan Kalinyamat. Sekarang berada
didaerah Jepara, Jawa Tengah : Damar Shashangka), berhasil menemukan
persembunyian Raden Suryawiyata dan berhasil pula membunuh putra kedua Raden
Patah tersebut.
Ada kisah menarik sehubungan dengan terbunuhnya Raden Suryawiyata. Manakala pasukan Jipang Panolan terpukul muncur, Raden Suryawiyata berhasil melarikan diri dan bersembunyi disuatu tempat. Konon, Raden Suryawiyata terkenal sangat sakti mandraguna. Tidak satupun senjata yang mampu melukainya, kecuali sebuah senjata pusaka yang dikenal dengan nama Keris Kyai Brongot Setan Kober. Dan keris ini hanya dimiliki oleh Sunan Kudus dan tersimpan di Pesantren Kudus.
Ada kisah menarik sehubungan dengan terbunuhnya Raden Suryawiyata. Manakala pasukan Jipang Panolan terpukul muncur, Raden Suryawiyata berhasil melarikan diri dan bersembunyi disuatu tempat. Konon, Raden Suryawiyata terkenal sangat sakti mandraguna. Tidak satupun senjata yang mampu melukainya, kecuali sebuah senjata pusaka yang dikenal dengan nama Keris Kyai Brongot Setan Kober. Dan keris ini hanya dimiliki oleh Sunan Kudus dan tersimpan di Pesantren Kudus.
Pangeran Trenggana tahu akan rahasia
ini. Dia mengatur siasat jitu untuk menumpas habis lasykar Jipang Panolan. Pada
suatu saat, Sunan Kudus, tanpa ada kepentingan yang jelas, dipanggil menghadap
ke Demak Bintara. Sebagai seorang Penasehat Agung, mau tidak mau Sunan Kudus
harus memenuhi panggilan Sultan Demak yang baru tersebut. Dengan diiringi
beberapa santri pilihan dan di kawal pasukan Demak yang menjemputnya, Sunan
Kudus berangkat dari Pesantren Kudus menuju Demak Bintara.
Selang beberapa waktu keberangkatan
Sunan Kudus, menjelang tengah hari, Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri yang
masih muda-muda, datang ke Pesantren Kudus dengan dikawal beberapa prajurid Demak.
Mereka berdua mohon ijin menemui istri Sunan Kudus, konon mereka mendapat pesan
dari Sunan Kudus yang kini tengah berada di Keraton Demak.
Istri Sunan Kudus mempersilakan mereka
menghadap. Dihadapan istri Sunan Kudus, Pangeran Prawata mengatakan bahwa Sunan
Kudus menyuruh mereka untuk mengambil Keris Kyai Brongot Setan Kober. Sunan
Kudus tengah memerlukannya sekarang.
Karuan saja, istri Sunan Kudus
mempercayainya. Dan tanpa menaruh rasa curiga sedikit-pun, istri Sunan Kudus
memberikan Keris pusaka tersebut kepada Pangeran Prawata. Begitu Keris Kyai
Brongot Setan Kober sudah ditangan, Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri mohon
pamit.
Manakala Sunan Kudus pulang dari
Keraton, betapa terkejutnya dia setelah mengetahui bahwa Kyai Brongot Setan
Kober berhasil dibawa lari oleh Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri. Sunan
Kudus marah besar. Seketika itu juga, Sunan Kudus mengirimkan kurir untuk
menyampaikan kabar tersebut sekaligus mempertanyakan keberadaan Pangeran
Prawata dan Pangeran Hadiri kepada Sultan Demak. Namun, Sultan Demak memberikan
jawaban melalui kurir pula bahwasanya, dia tidak tahu menahu akan urusan
tersebut.
Sunan Kudus dalam dilema. Dua orang
Pangeran yang telah menipu istrinya adalah putra dan putra menantu Sultan
Demak. Sunan Kudus tidak berani terang-terangan dan ceroboh mengambil tindakan.
Walau dia telah sadar, dia telah ditipu mentah-mentah dan Sultan Demak pasti
berada dibelakang semua kejadian ini. Secara diam-diam, Sunan Kudus
memerintahkan murid-murid pilihannya untuk melacak keberadaan Pangeran Prawata
dan Pangeran Hadiri. Dan dipihak Sultan Demak, keberadaan kedua Pangeran ini
sengaja disembunyikan, walaupun secara diam-diam pula.
Pelacakan oleh murid-murid Sunan Kudus
tidak membawa hasil. Keberadaan Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri bak raib
ditelan bumi. Baru beberapa bulan kemudian terdengar kabar, Raden Suryawiyata
telah terbunuh di suatu tempat, dipinggir sebuah sungai dengan Keris Kyai
Brongot Setan Kober masih menancap dibelikatnya. Raden Suryawiyata lantas
dikenal dengan gelar Pangeran Sekar Seda Lepen (Pangeran Bunga Yang Meninggal
Disungai).
Sunan Kudus benar-benar merasa
kecolongan. Tapi posisinya saat ini benar-benar terjepit semenjak Pangeran
Trenggana menduduki tahta. Dia tidak bisa berbuat apa-apa secara terang-terangan.
Yang berhasil membunuh Raden
Suryawiyata, tak lain memang Pangeran Prawata. Setelah berhasil membawa lari
Kyai Brongot Setan Kober, Pangeran Prawata diutus memimpin pasukan khusus yang
melacak tempat persembunyian Raden Suryawiyata. Beberapa bulan kemudian, tempat
persembunyian Pangeran Demak itu diketemukan.
Raden Suryawiyata hanya diikuti oleh
beberapa pasukan Jipang yang tak seberapa. Dan beberapa pasukan ini bias
dilumpuhkan dengan mudah oleh pasukan khusus Demak. Praktis, Raden Suryawiyata
kini benar-benar tanpa pengawal. Dan kehadiran pasukan khusus Demak ini juga
benar-benar tidak disadari oleh Raden Suryawiyata. Kala itu, dia tengah
melakukan sembahyang Dzuhur, tepat dipinggiran sungai berbatu.
Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri
mengendap-endap mendekati Raden Suryawiyata yang tengah bersembahyang. Suara
derasnya aliran sungai benar-benar membantu menyamarkan gerakan kedua Pangeran
sehingga tidak didengar oleh Raden Suryawiyata. Dan begitu sudah sedemikian
dekat, Pangeran Prawata menghunus keris Kyai Brongot Setan Kober dan segera
menikam belikat Raden Suryawiyata dari belakang. Tepat waktu itu, Raden Suryawiyata
tengah dalam posisi duduk.
Raden Suryawiyata menjerit kesakitan.
Tubuhnya roboh kesamping. Darah menyemburat dari belikatnya dan sebuah keris
tertancap disana. Mata Raden Suryawiyata nyalang mencari siapa yang telah
berani menikamnya. Dan mata Raden Suryawiyata tertambat pada Pangeran Prawata
dan Pangeran Hadiri. Dengan menggeram marah, Raden Suryawiyata berkata:
“Prawata...
Apa sira bidhog.. Ana wong sembahyang sinuduk wangkingan..!!!.”
(Prawata... Apa kamu buta.. Ada orang sembahyang ditusuk senjata...!!!)
Namun, sesaat kemudian, Raden Suryawiyata tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir dengan darah menggenangi batu tempat dia bersembahyang. Dan bersaman dengan itu, anehnya, mendadak pandangan mata Pangeran Prawata menjadi kabur…dan lama-lama, dunia berubah menjadi gelap gulita. Pangeran Prawata benar-benar menjadi buta mendadak.
(Prawata... Apa kamu buta.. Ada orang sembahyang ditusuk senjata...!!!)
Namun, sesaat kemudian, Raden Suryawiyata tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir dengan darah menggenangi batu tempat dia bersembahyang. Dan bersaman dengan itu, anehnya, mendadak pandangan mata Pangeran Prawata menjadi kabur…dan lama-lama, dunia berubah menjadi gelap gulita. Pangeran Prawata benar-benar menjadi buta mendadak.
Pangeran Prawata panik. Dengan dibantu Pangeran Hadiri, Pangeran
Prawata dituntun kembali ketempat pasukan Demak berada dan segera memerintahkan
secepatnya meninggalkan tempat tersebut. Pangeran Prawata dan Pangeran Hadiri
lupa, bahwasanya Kyai Brongot Setan Kober masih menancap dibelikat mayat Raden
Suryawiyata. Karena kepanikan akibat kebutaan yang mendadak, kedua Pangeran ini
telah berbuat ceroboh.
Ada beberapa pasukan Jipang Panolan
yang ternyata masih hidup dan bersembunyi. Mereka melihat langsung kejadian
tersebut. Secepatnya mereka membagi tugas, sebagian menuju Pesantren Kudus
untuk melaporkan kejadian tersebut kepada Sunan Kudus dan sebagian merawat
jenazah Raden Suryawiyata.
Beberapa hari kemudian, Sunan Kudus diiringi
beberapa santrinya datang ketempat tersebut. Didapatinya, Raden Suryawiyata telah
dikebumikan disana. (di ???: Damar Shashangka)
Keris Kyai Brongot Setan Kober, diserahkan kepada Sunan Kudus oleh salah seorang pasukan Jipang yang menjadi saksi kejadian itu. Diam-diam, Sunan Kudus menyimpan dendam tersendiri.
Keris Kyai Brongot Setan Kober, diserahkan kepada Sunan Kudus oleh salah seorang pasukan Jipang yang menjadi saksi kejadian itu. Diam-diam, Sunan Kudus menyimpan dendam tersendiri.
Raden Suryawiyata meninggalkan seorang
anak laki-laki yang masih kecil di Kadipaten Jipang Panolan. Anak laki-laki
putra satu-satunya Raden Suryawiyata ini, diambil anak angkat oleh Sunan Kudus.
Kelak anak ini dikenal dengan nama
ARYA PENANGSANG.
Pangeran Trenggana setelah menduduki
tampuk pemerintahan Demak Bintara lantas dikenal dengan gelar Sultan Trenggana.
Dia memiliki beberapa orang putra-putri pula. Yang sulung bernama Pangeran
Prawata, kelak terkenal dengan nama Sunan Prawata. Yang kedua seorang wanita,
sangat masyhur keberaniannya. Mahir olah kanuragan, bernama Ratu Kalinyamat.
Ratu Kalinyamat lantas dinikahkan dengan seorang Pangeran pelarian dari Pasai,
bernama Raden Thoyyib. Raden Thoyyib adalah salah seorang putra Mughayat Syah,
yang kelak mendirikan Kesultanan Aceh (1530 Masehi) dan menjabat sebagai Sultan
Aceh pertama. Karena perselisihan dengan ayahnya, Raden Thoyyib meninggalkan
Pasai menuju Champa. Di Champa, dia mengabdi di Kerajaan Champa dan berkenalan
dengan Patih Kerajaan Champa Cwie-Wie-Hwan.
Karena perselisihan dengan Raja Champa
pula, Raden Thoyyib meninggalkan Champa dan berlayar ke Jawa. Cwie-Wie-Hwan
ikut serta. Di Jawa, Raden Thoyyib diterima mengabdi di Demak Bintara. Bahkan
Raden Thoyyib akhirnya dinikahkan dengan Ratu Kalinyamat. Raden Thoyyib lantas
mendapat nama baru, Pangeran Hadiri ( Kata 'HADIRI' berasal dari bahasa Arab
yang berarti 'DATANG'. Pangeran Hadiri berarti Seorang Pangeran Yang Datang
Dari Seberang : Damar Shashangka). Setelah menikah dengan Ratu Kalinyamat,
Pangeran Hadiri terkenal dengan nama Sunan Kalinyamat. Cwie-Wie-Hwan lantas
dikenal dengan nama Patih Sungging Bandhardhuwung. (Makamnya masih ada
didaerah Mantingan, Jepara, Jawa Tengah. Satu lokasi dengan makam Sunan
Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat : Damar Shashangka)
Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat sebelum menikah dengan
Pangeran Hadiri atau Sunan Kalinyamat, dulu pernah ikut pula dalam armada Demak
yang menyerang Malaka pada tahun 1513 Masehi. Walau seorang wanita, Ratu
Kalinyamat tidak bisa dianggap remeh. Konon, Ratu Kalinyamat adalah inkarnasi
dari Ratu Sima, Ratu wanita penguasa Kerajaan Kalingga pada rentang waktu 400
Masehi yang memang dulu berkedudukan di Jepara.
Putra ketiga Sultan Trenggana adalah
seorang putri, yang kelak dinikahkan dengan Mas Karebet atau Jaka Tingkir.
Fatahillah
Pada masa Sultan Trenggana ini pula,
sebelum kedatangan Raden Thoyyib, seorang bangsawan dari Pasai, ikut mengabdi
ke Demak. Dia adalah Fatahillah. Karena dulu, saat penyerangan Malaka
Fatahillah turut serta membantu lasykar Jawa bahkan terkenal dengan
keberaniannya, maka Sultan Trenggana mengangkat Fatahillah sebagai Senopati
Agung Demak Bintara. Sebuah jabatan yang tidak main-main. Fatahillah
menggantikan kedudukan Sunan Kudus. Bahkan, sesungguhnya Sunan Kudus pulalah
yang melobi dan menyokong pengangkatan Fatahillah sebagai pengganti dirinya.
Sebaliknya, karena sokongan Fatahillah pula, Raden Thoyyib berhasil mendapat
kepercayaan dari Sultan Trenggana dan akhirnya menjadi menantu Sultan. Bahkan
Fatahillah-pun menjadi adik ipar Sultan Trenggana. Fatahillahh dinikahkan
dengan adik perempuan Sultan Trenggana.
Dari Kesultanan Cirebon, Sultan Cirebon
Sunan Gunung Jati memberikan kabar kepada Sultan Demak dan Dewan Wali Sangha
bahwasanya Raja Pajajaran Ratu Samian (1521-1535) telah mengijinkan armada
Portugis di Malaka untuk mempergunakan pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pangkalan
bangsa Eropa tersebut. Kesultanan Cirebon kalang kabut. Musuh Islam telah
mendapat angin segar untuk bercokol di Jawa.
Ratu Samian dari Pajajaran sengaja
mengundang armada Portugis ke Sunda Kelapa karena kedudukan Pajajaran
terus-terusan digoyang oleh Kesultanan Cirebon dan Kadipaten Banten. Dengan
bantuan armada Portugis, setidaknya pelabuhan Sunda Kelapa sebagai jalur utama
perekonomian Pajajaran, bisa aman dari gangguan lasykar-lasykar Islam. Pajajaran
dan Portugis telah bersekutu. Portugis menerima permintaan Raja Pajajaran
tersebut, karena memang, Portugis-pun juga merasa terus-terusan diganggu oleh
armada-armada Islam dalam aktifitas perdagangannya.
Kabar dari Kesultanan Cirebon membuat
Dewan Wali Sangha ikut cemas. Serta merta, Sultan Demak, atas persetujuan Dewan
Wali, memerintahkan Senopati Agung Fatahillah merebut Sunda Kelapa dari
Pajajaran. Pasukan Demak, dibantu pasukan Kesultanan Cirebon dan pasukan dari
Kadipaten Banten menyerbu Sunda Kelapa. Peperangan dengan prajurid Pajajaran
tak dapat dielakkan. Pertempuran yang dahsyat itu memakan banyak korban jiwa
dikedua belah pihak. Pajajaran dikeroyok tiga kekuatan gabungan, dari Demak,
Cirebon dan Banten. Armada Portugis belum tiba di Jawa, sehingga Pajajaran
terpaksa menghadapi pasukan Islam ini sendirian.
Fatahillah dikukuhkan sebagai Adipati
Jayakarta. Melihat kegagahan Fatahillah, Sunan Gunung Jati meminta ijin kepada
Sultan Demak untuk meminjam tenaga Fatahillah guna menundukkan Pajajaran.
Sultan Demak memberikan ijin. Maka berturut-turut, pasukan Cirebon dibawah
pimpinan Fatahillah dan bantuan pasukan Demak serta Banten, berhasil menjebol
pertahanan Kadipaten-Kadipaten wilayah Pajajaran. Kadipaten Talaga yang
dipimpin oleh Prabhu Pacukuman pun jatuh.
Namun, Fatahillah harus mengakui
kehebatan Kadipaten Galuh. Prabhu Cakraningrat, penguasa Galuh yang didampingi
Patih Arya Kiban, terkenal kuat. Berkali-kali pasukan gabungan yang dipimpin
Fatahillah terpukul mundur. Korban dari pihak Islam tidak terbilang lagi. Yang
sangat aneh, setiap kali keraton Galuh hendak diserang, seluruh keraton
tiba-tiba lenyap dan terlihat menjadi samudera luas. Seluruh pasukan Islam
kebingungan dan linglung.
Atas siasat jitu Sunan Gunung Jati yang
menyusupkan putri angkatnya, Ni Mas Gandasari, yang terkenal cantik luar biasa
itu, maka rahasia taksu niskala atau tumbal gaib Kadipaten Galuh, yang berupa
batu berbentu Lingga Yoni, berhasil dicuri.
Prabhu Cakraningrat tidak menyadari
bahwa Ni Mas Gandasari berasal dari Kesultanan Cirebon. Kecantikan Ni Mas
Gandasari memikat hati Prabhu Cakraningrat. Setelah beberapa lama Ni Mas
Gandasari mengabdi sebagai istri selir Raja Galuh, pada akhirnya dia berhasil
mengorek keterangan dimana ditempatkan taksu niskala sebagai tumbal Kadipaten
Galuh berada. Begitu berhasil mengorek keterangan dari bibir Raja Galuh
sendiri, Ni Mas Gandasari diam-diam mengambil taksu niskala tersebut dan
membawa lari.
Galuh kecolongan. Begitu taksu niskala
telah hilang dari Keraton Galuh, pasukan Islam dibawah pimpinan Fatahillah lantas
menyerbu Galuh. Prabhu Cakraningrat memimpin pasukan Galuh sendiri. Bersama
Patih Arya Kiban, beliau maju ke garis depan. Raja dan Patih Galuh ini mengamuk
hebat di palagan. Prabhu Cakraningrat dan Patih Arya Kiban memang sudah berniat
Perang Puputan. Perang habis-habisan. Dan pada akhirnya, keduanya gugur
mengukuhi bhumi pertiwi Pajajaran. Dan Galuh berhasil dijebol pasukan
Fatahillah.
Maka berturut-turut kemudian, wilayah
Pajajaran berhasil dijebol pasukan Fatahillah satu persatu. Hingga akhirnya,
pada tahun 1543, pada saat Pajajaran diperintah oleh Prabhu Ratu Dewata
(1535-1543 Masehi), Pajajaran benar-benar dikuasai tentara Islam.
Keberhasilan Fatahillah membuat Sunan
Gunung Jati menyukai bangsawan Pasai tersebut. Fatahillah akhirnya dinikahkan
dengan putri Sunan Gunung Jati yang bernama Ratu Wulung Ayu. Begitu Fatahillah
meletakkan jabatan sebagai Adipati Jayakarta, Fatahillah-pun meminta berhenti
dari jabatan sebagai Senopati Demak Bintara. Jayakarta diserahkan kepada
Tubagus Angke, sedangkan Fatahillah memilih tinggal di Cirebon. Fatahillah
lantas dikenal dengan gelar Tubagus Pasai.
Namun setelah Sunan Gunung Jati
menyerahkan tampuk pemerintahan Kesultanan Cirebon kepada putranya, Pangeran
Muhammad Arifin pada tahun 1547 Masehi, Fatahillah atau Tubagus Pasai, diminta
menjabat sebagai Penasehat Agung Kesultanan Cirebon mendampingi Pangeran
Muhammad Arifin.
Namun lima tahun kemudian, yaitu pada
tahun 1552 Masehi, Sultan Muhammad Arifin wafat. Sunan Gunung Jati lantas
menyerahkan tampuk pemerintahan Cirebon kepada Pangeran Seba Kingkin, salah
seorang putra Sunan Gunung Jati dari istri yang lain dan yang selama ini
menjabat sebagai Adipati Banten. Maka, pusat pemerintahan Cirebon beralih ke
Banten. Pangeran Seba Kingkin lantas dikenal dengan gelar Sultan Hasannuddin
(1552-1570 Masehi). Di Cirebon sendiri tampuk pemerintahan dipegang oleh Arya
Kemuning, menantu Fatahillah. Arya Kemuning hanya berkedudukan sebagai Adipati.
Maka dia dikenal dengan gelar Adipati Carbon I.
Pada tahun 1568, tepat berusia 120
tahun, Sunan Gunung Jati wafat.
Mas Karebet menuju Demak Bintara
Putra tunggal Ki Ageng Pengging yang
diasuh oleh Nyi Ageng Tingkir, telah tumbuh dewasa. Begitu menginjak dewasa,
Nyi Ageng Tingkir selalu dibuat was-was dengan tingkah laku keponakannya ini.
Menginjak usia lima belas tahunan, Mas
Karebet gemar pergi ke tengah hutan belantara. Hal ini dilakukannya
berhari-hari tanpa pulang. Pulang-pulang cuma sebentar, lantas pergi lagi.
Wilayah Tingkir yang masih dikelilingi hutan rimba, kini dipegang oleh pejabat
baru yang ditunjuk oleh Sultan Demak. Nyi Ageng Tingkir, sebagai seorang janda
bekas Adipati, hidup berkecukupan dari hasil bersawah. Nyi Ageng Tingkir tidak
memiliki putra. Praktis, Mas Karebet, keponakannya itu, sangat-sangat beliau
sayangi.
Namun, kegemaran Mas Karebet yang
sangat suka bepergian dari rumah dan sering memasuki hutan belantara,
sangat-sangat mencemaskan Nyi Ageng Tingkir. Manakala Mas Karebet pulang,
berkali-kali Nyi Ageng Tingkir mengutarakan kecemasannya. Namun setiap kali
pula Mas Karebet menjawab:
“Ibu,
jangan khawatir. Di hutan saya banyak memiliki teman pertapa Shiwa Buddha. Saya
ke hutan tidak hanya sekedar bermain-main, tapi ngangsu kawruh (menimba ilmu)
dari beliau-beliau.”
Walau begitu, Nyi Ageng tetap saja
mencemaskan keselamatan putra keponakannya yang sudah dianggap sebagai putranya
sendiri. Hingga pada suatu ketika, Nyi Ageng memanggil seorang ulama Islam ke
kediaman beliau, khusus didatangkan dan diupah untuk mengajar Mas Karebet. Tapi
Mas Karebet sama sekali tidak tertarik. Dia tetap meneruskan kegemarannya
mengunjungi para pertapa didalam hutan.
Kebiasaan ini terus berlanjut hingga
usia Mas Karebet menginjak dua puluh lima tahun. ( Mas Karebet lahir pada
tahun 1499 Masehi : Damar Shashangka) Dan pada akhirnya, kesabaran Nyi
Ageng Tingkir benar-benar habis. Dia melarang Mas Karebet pergi dari rumah. Nyi
Ageng mengutus dua orang pembantu untuk terus mengawasi Mas Karebet. Mas
Karebet diperintahkan Nyi Ageng untuk ikut bekerja bersama pembantu-pembantu
yang lain disawah.
Mas Karebet mengalah. Setiap hari, kini
Mas Karebet bekerja disawah bersama pembantu-pembantu yang lain.
Pada suatu ketika, manakala Mas Karebet
tengah melepas lelah disebuah gubug diareal pesawahan, tanpa sengaja Mas
Karebet melihat seseorang berpakaian hitam-hitam dengan membawa tongkat tengah
berjalan ditengah pematang pesawahan. Orang itu kelihatan sudah sangat sepuh.
Namun masih terlihat tegap saat melangkah. Dia sendirian. Berjalan pelahan
ditengah sengatan terik mentari. Pematang yang membujur membelah areal
pesawahan dan pada ujungnya akan melewati gubug dimana Mas Karebet melepas
lelah itu dititinya pelahan.
Mata Mas Karebet tak lepas-lepas memperhatikan orang tersebut. Mas Karebet-pun tengah sendirian. Para pembantu yang lain, masih tampak sibuk bekerja. Dan anehnya, mereka semua seolah tidak melihat adanya orang tua berpakaian hitam-hitam yang tengah berjalan dipematang sawah ini.
Mata Mas Karebet tak lepas-lepas memperhatikan orang tersebut. Mas Karebet-pun tengah sendirian. Para pembantu yang lain, masih tampak sibuk bekerja. Dan anehnya, mereka semua seolah tidak melihat adanya orang tua berpakaian hitam-hitam yang tengah berjalan dipematang sawah ini.
Dan, begitu sosok tua ini sedemikian
dekatnya dengan Mas Karebet, mendadak dia menghentikan langkahnya. Dia menatap
Mas Karebat sambil tersenyum. Wajahnya luar biasa cerah. Mas Karebet
tertegun...
“Ngger,
Aneng kene dede pakaryanira. Ananging sejatine, pakaryanira aneng Keraton
Demak. Wis, ngger, pamita marang ibunira, mangkata suwita marang Kangjeng
Sultan Demak. Weruha, ngger. Sira iku bebakale Ratu Tanah Jawa.”
(Anakku,
disini bukanlah tempatmu bekerja. Akan tetapi sesungguhnya, pekerjaanmu ada di
Keraton Demak. Sudahlah anakku, mohon ijinlah kepada ibumu, berangkatlah
mengabdi kepada Kangjeng Sultan Demak. Ketahuilah anakku, kamu adalah calon
Raja Tanah Jawa.)
Mas Karebet tersentak. Namun dia tidak
bisa berkata apa-apa. Dan orang tua itu segera berlalu. Mata Mas Karebet tak
lekang-lekang mengikuti kepergian sosok misterius tersebut. Otaknya berputar,
mencerna kata-kata yang barusan didengarnya.
Dan hanya sekejap Mas Karebet
melepaskan pandangan matanya pada sosok misterius tersebut, dia sejenak
menunduk, mengingat kata-kata orang tua tadi, sedetik kemudian dia menoleh
mencoba kembali mengamati sosok aneh yang barus saja berlalu. Tapi aneh. Sosok
itu sudah tidak ada. Padahal pematang sawah itu masih panjang jaraknya dari
jalan desa. Mas Karebet tercengang. Sontak dia bangkit mencari-cari kemana
orang tadi berjalan. Tidak ada. Orang berpakaian hitam-hitam itu benar-benar
raib. Hilang begitu saja.
Mas Karebet kelimpungan. Masih
terngiang kata-kata orang misterius barusan. Segera Mas Karebet memutuskan
untuk pulang kerumah, melaporkan kejadian tersebut kepada ibunya, Nyi Ageng
Tingkir.
Mendapati cerita Mas Karebet, Nyi Ageng
Tingkir mengernyitkan kening dan bertanya:
“Ngger,
bagaimana ciri-ciri orang tersebut?”
Mas Karebet menjawab:
“Angagem
sarwa wulung. Busana wulung, iket wulung.”
(Mengenakan
pakaian serba hitam. Berjubah hitam dan berikat kepala hitam)
Nyi Ageng Tingkir memekik kaget:
Nyi Ageng Tingkir memekik kaget:
“Itu
Kangjeng Sunan Kalijaga. Sudah, ngger, berangkatlah ke Demak. Aku mempunyai
seorang kakak kandung yang menjabat sebagai Lurah Kaum (Kepala pengurus masjid
Istana : Damar Shashangka), namanya Ki Ganjur. Sudahlah, aku kirim kamu kesana.
Ikutlah pamanmu di Demak Bintara.”
Nyi Ageng Tingkir begitu gembira.
Secepatnya dia mempersiapkan keberangkatan Mas Karebet ke Demak Bintara. Dua
orang pembantu diutus mengiringi keberangkatan putra kesayangannya tersebut.
Keesokan harinya, Mas Karebet diantar
dua orang pembantu berangkat ke ibu kota Demak.
Di Demak, ketiganya langsung menuju kediaman Ki Ganjur, Lurah Kaum. Setelah menitipkan Mas Karebet, dua orang pembantu tersebut mohon ijin pulang kembali ke Tingkir. Mas Karebet mulai tinggal diibu kota Demak tepat pada tahun 1524 Masehi.
Di Demak, ketiganya langsung menuju kediaman Ki Ganjur, Lurah Kaum. Setelah menitipkan Mas Karebet, dua orang pembantu tersebut mohon ijin pulang kembali ke Tingkir. Mas Karebet mulai tinggal diibu kota Demak tepat pada tahun 1524 Masehi.
Ki Ganjur tahu siapa Mas Karebet. Sosok
pemuda trah Pengging satu-satunya. Trah pewaris tahta Majapahit yang
sesungguhnya. Ki Ganjur-pun tahu, Mas Karebet pemeluk Shiwa Buddha. Tapi hal
tersebut tidak menjadi masalah bagi Ki Ganjur, karena dia melihat masa depan
Mas Karebet sangat cerah dikemudian hari.
Mas Karebet, lantas dikenal dengan
sebutan Jaka Tingkir oleh orang-orang dilingkungan Kaum. Jaka Tingkir berarti
seorang perjaka dari Tingkir. Tugas Mas Karebet atau Jaka Tingkir setiap hari
hanyalah membersihkan areal masjid Demak. Jaka Tingkir melakukan tugas tersebut
dengan sepenuh hati. Walau dia tidak ikut menggunakan tempat ibadah itu bagi
dirinya, namun bagi Jaka Tingkir, tak ada bedanya membersihkan sebuah tempat
ibadah suci umat lain maupun tempat ibadah suci bagi pemeluk Shiwa Buddha.
Tak ada yang berani protes atas
kehadiran Jaka Tingkir ditempat itu. Karena Jaka Tingkir adalah keponakan Ki
Ganjur sendiri. Berbulan-bulan Jaka Tingkir tinggal ditempat Ki Ganjur. Hingga
pada suatu ketika, Ki Ganjur mendapat ide jitu untuk menarik perhatian Sultan
Demak.
Ki Ganjur menyarankan Jaka Tingkir
untuk menyengaja terlambat saat membersihkan masjid Demak tepat pada hari
Jun'at mendatang. Tujuannya, apabila nanti Sultan Trenggana hadir hendak
melaksanakan shalat Jum'at seperti biasanya, Sultan Trenggana biar melihat Jaka
Tingkir yang masih sibuk membersihkan areal masjid. Dengan cara itu, Sultan
Trenggana pasti akan kurang berkenan. Manakala Sultan Demak marah, biar Ki
Ganjur yang akan memohonkan ampunan, sekaligus Ki Ganjur akan membuka jati diri
Jaka Tingkir dihadapan Sultan Demak.
Ki Ganjur akan meyakinkan Sultan Demak
bahwasanya sosok Jaka Tingkir sangat-sangat dibutuhkan oleh Kesultanan. Jaka
Tingkir masih putra Ki Ageng Pengging. Sosok yang sangat disegani sisa-sisa
bangsawan Majapahit. Dengan memanfaatkan Jaka Tingkir, Sultan Demak bisa
menaklukkan kekuatan-kekuatan Shiwa Buddha yang dibeberapa daerah masih juga
terus mengadakan perlawanan, baik yang terang-terangan maupun gerilya.
Ki Ganjur dan Jaka Tingkir sepakat.
Pada hari Jum'at yang sudah ditetapkan,
pagi-pagi sekali masjid Demak sudah ramai-ramai dibersihkan oleh para Kaum.
Sultan Trenggana menjelang siang hari pasti akan hadir untuk melaksanakan
shalat Jum'at di sana. Beliau akan hadir beserta para pejabat yang lain. Namun
Jakatingkir, tidak terlihat.
Menjelang siang hari, baru Jaka Tingkir
muncul. Dia menyibukkan diri membersihkan ruangan dalam masjid. Padahal, waktu
dilaksanakannya shalat Jum'at sudah sedemikian dekat. Para Kaum keheranan
melihat ulah Jaka Tingkir. Dia diperingatkan bahwasanya rombongan Sultan akan
segera hadir. Namun Jaka Tingkir seolah tidak peduli.
Dan benar, sesaat kemudian dihalaman
masjid terlihat ramai. Rombongan Sultan Trenggana beserta para pejabat Demak
telah hadir. Para Kaum kalang kabut, mereka cepat berlarian keluar menyambut
kedatangan rombongan Sultan.
Begitu Sultan Trenggana hendak memasuki
ruang dalam masjid, dia melihat didalam masih ada seorang pemuda yang tengah
sibuk membenahi ruangan. Sultan Demak keheranan. Siapakah orang yang kurang
ajar tidak mau menyambut kehadirannya. Kehadiran seorang Sultan Demak Bintara?
Para Kaum pun geger.
Sultan Trenggana segera memerintahkan
prajurid Demak memanggil Jaka Tingkir. Jaka Tingkir pura-pura kaget dan segera
berlari menghampiri Sultan Demak begitu beberapa prajurid dengan kasar
menghardik dia. Jaka Tingkir menghaturkan sembah seraya memohon ampunan. Dengan
posisi bersila dan kedua tangan tercakup didepan wajah.
Sesaat Sultan Trenggana mengamati sosok
pemuda yang bersila didepannya. Tampan dan gagah. Bukan keturunan rakyat biasa.
Sultan Trenggana lekat-lekat mengamati sosok pemuda itu, lantas dia bertanya :
“
Kamu siapa? Tidak tahukah sopan santun seorang kawula apabila Gusti-nya
datang?”
Jaka Tingkir menjawab :
Jaka Tingkir menjawab :
“Kasinggihan
dhawuh, Kangjeng. Saya Jaka Tingkir, putra keponakan Ki Ganjur. Mohon ampun
atas ketidak sopanan hamba...”
Sultan Trenggana heran. Kata-kata Jaka
Tingkir sangat tertata dan halus. Siapakah gerangan pemuda ini? Dalam hati
Sultan Trenggana bertanya-tanya.
(Dalam Babad Tanah Jawa dikisahkan,
begitu Sultan Trenggana hadir, Jaka Tingkir melompati kolam masjid Demak dalam
posisi membelakangi Sultan. Hal ini membuat Sultan kaget sekaligus tersinggung.
Melompati kolam masjid sambil membelakangi Sultan sesungguhnya melambangkan
bahwa Jaka Tingkir telah 'melompati tata aturan tempat suci seorang Sultan' :
Damar Shashangka)
Mendadak seseorang tergopoh-gopoh
menghampiri Sultan Demak sambil menyembah dan bersila disamping Jaka Tingkir.
Dia adalah Ki Ganjur.
“Kasinggihan
dhawuh, Kangjeng. Ini adalah putra keponakan saya yang baru datang dari desa.
Mohon ampun atas kelancangannya. Tolong dimaklumi, karena dia masih bodoh dan
belum menahami tata krama Keraton.”
Karena waktu shalat Jum'at sudah harus
dimulai, Sultan Trenggana-pun lantas berkata:
“Seusai
shalat Jum'at, kamu harus menghadap ke Istana.”
Ki Ganjur dan Jaka tingkir menunduk.
Umpan mereka telah dimakan. Dan rombongan Sultan Demak-pun memasuki masjid
Agung untuk menunaikan shalat Jum'at.
*****
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam
di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sund Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara
Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya
dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di
ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah
Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja
Trenggana. Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran
menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Di antara ketiga raja demak Bintara,
Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kusultanan Demak ke masa
jayanya. Pada masa trenggan, daerah kekuasaan demak bintara meliputi seluruh
jawa serta sebagian besar pulau-pulau lainnya. Aksi-aksi militer yang dilakukan
oleh Trenggana berhasil memperkuat dan memperluas kekuasaan demak. Di tahun
1527, tentara demak menguasai tuban, setahun kemudian menduduki Wonosari
(purwodadi, jateng), dan tahun 1529 menguasai Gagelang (madiun sekarang).
Daerah taklukan selanjutnya adalah medangkungan (Blora, 1530), Surabaya (1531),
Lamongan (1542), wilayah Gunung Penanggungan (1545), serta blambangan, kerajaan
hindu terakhir di ujung timur pulau jawa (1546).
Musuh utama Demak
adalah Portugis yang mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat dan
merencanakan mendirikan benteng Sunda Kelapa. Pada tahun 1522 Sultan Trenggono
mengirim tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah. Pengiriman
pasukan Demak ke Jawa Barat bertujuan untuk mengusir bangsa Portugis.
Sultan Trenggono
bercita-cita menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Demak. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut Sultan Trenggono mengambil langkah sebagai berikut:
-
menyerang
Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon) dipimpin
Fatahillah
Fatahillah
-
menyerang
daerah Pasuruan di Jawa Timur (kerajaan Hindu Supit Urang)
dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil
karena Sultan Trenggono meninggal
dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil
karena Sultan Trenggono meninggal
-
mengadakan
perkawinan politik. Misalnya:
-
Fatahillah
dijodohkan dengan adiknya
-
Pangeran
Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara )
-
Joko
Tingkir dijodohkan dengan puterinya ( adipati Pajang )
-
Pangeran
Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon ).
Di timur laut, pengaruh demak juga sampai
ke Kesultanan banjar di kalimantan. Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta
agar sultan Demak mengirimkan tentara, guna menengahi masalah pergantian raja
banjar. Calon pewaris mahkota yang didukung oleh rakyat jawa pun
masuk islam, dan oleh seorang ulama dari Arab, sang pewaris tahta diberi nama
Islam. Selama masa kesultanan Demk, setiap tahun raja Banjar mengirimkan upeti
kepada Sultan Demak. Tradisi ini berhenti ketika kekuasaan beralih kepada Raja
Pajang.
Di masa jayanya, Sultan Trenggana
berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan gunung jati, Trenggana
memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu sebelumnya
telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia berhasil mengalahkan
Majapahit.
Trenggana sangat gigih memerangi
portugis. Seiring perlawanan Demak terhadap bangsa portugis yang dianggap
kafir. Demak sebagai kerajaan islam terkuat pada masanya meneguhkan diri
sebagai pusat penyebaran Islam pada abad ke 16.
Sepeninggal Sultan
Trenggono (1546), di Demak terjadi pertikaian antar keluarga. Pangeran Sekar
Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan Trenggono dibunuh oleh Sunan
Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi tahta kerajaan. Putra Pangeran Sedo
Lepen yang bernama Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan beberapa
pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan tidak disenangi oleh
Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Arya
Penangsang dapat dikalahkan oleh Jaoko Tingkir yang selanjutnya memindahkan
pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak
pada tahun 1568.
Kemunduran
Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Penunjukannya sebagai sunan ditentang oleh adik Trenggana, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen. Dalam penumpasan pemberontakan, Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Akan tetapi, pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pengging.
Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh
dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Joko Tingkir
memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kerajaan
Pajang.
Kehidupan Keagamaan
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo, Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
![]() |
Wali Songo |
Masjid Agung Demak
Masjid agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga yang berpusat di Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran tentang soal-soal keagamaan.
Salah satu peninggalan bersejarah
Kerajaan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh oleh
Walisanga secara bersama-sama. Babad demak menunjukkan bahwa masjid ini
didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh candrasengkala Lawang
Trus Gunaning Janma, sedangkan pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid
ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri
pada tahun 1479.
Pada awalnya, majid agung Demak menjadi
pusat kegiatan kerajaan islam pertama di jawa. Bagunan ini juga dijadikan
markas para wali untuk mengadakan Sekaten. Pada upacara sekaten, dibunyikanlah
gamelan dan rebana di depan serambi masjid, sehingga masyarakat berduyun-duyun
mengerumuni dan memenuhi depan gapura. Lalu para wali mengadakan semacam
pengajian akbar, hingga rakyat pun secara sukarela dituntun mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Cepatnya kota demak berkembang menjadi
pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak lepas
dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari Kesultanan
Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah islam
ke seluruh Jawa.
Masjid Agung Demak
memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal (potongan kayu), atap tumpang, dan
di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
Sumber:
Ini hikayat atau dongeng karena tidak sesuai dengan sisilah Raden Fattah, menurut sisilah yg benar.Bukan Brawijaya V Ayah tirinya Raden Fattah adalh Brwijaya lV
BalasHapusNAMA NAMA RADEN FATTAH
BalasHapusRADEN FATTAH mempunyai nama yang banyak, seperti kebiasaan para walisongo yang juga mempunyai banyak nama karena berbagai faktor, baik itu budaya, sosial, maupun politik. Nama nama beliau yang mahsyur adalah :
1. Sayyid Hasan atau Raden Hasan (nama kecil dan dewasa dan nama yang terkenal saat beliau di Nyantri di Pondok Pesantren Ampel) dan nama saat beliau di Palembang,
2. Sayyid Yusuf (panggilan kesayangan dari ibunya).
3. Abdul Fattah/ Al Fattah (karena kemenangannya Demak terhadap Majapahit, sekaligus orang yang pertama kali membuka kerajaan Islam di Jawa). Nama Al Fattah ini adalah menjadi Fam dari keturunan Raden Fattah, mereka disebut BANI AL FATTAH
4. Senopati Jim Bun/Panembahan Jim Bun (karena perhormatan dari Etnis Tionghoa di Jawa terhadap peran dan wibawanya,
5. Adipati Natapraja (saat demak masih dibawah wilayah kerajaan Majapahit),
6. Sultan Syah Alam Al Akbar/Sultan Surya Alam (saat beliau dilantik menjadi Sultan pertama Kesultanan Demak.
7. Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama (gelar yang mendapat pengakuan dari penguasa/Syarif Mekkah dan Palembang),
8. Sultan Bintoro (berdasarkan nama sebuah hutan yang bernama Glagah Wangi dan kemudian diirubah namanya menjadi Bintara/Bintoro untuk dijadikan tempat pemerintahan beliau).
Kini hadir Permainan baru di Pianopoker.net🤩🤩🤩
BalasHapusBandar66
Bandar66 merupakan game terbaru yang paling diminati saat ini , buruan login dan rasakan permainan baru yang fantastis yaitu Bandar66 hanya di Pianopoker.net
Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Mudah Hanya Di Pianopoker.net
Real Website, Real Player Vs Player, Real Winner
Buktikan Sekarang Juga Bersana kami hanya di PianoPoker
Raih Bonus Extra Jumbo :
- Bonus Extra Jumbo Rollingan ( dibagikan setiap 5 hari sekali )
- Bonus Refferal Seumur Hidup
CS Ramah & Profesional Siap Melayani 24 Jam
Proses Transaksi Di Jamin Super Cepat
Kartu Bagus (Easy To Winn)
Support 5 Bank Local :
- BCA
- MANDIRI
- BNI
- BRI
- DANAMON
Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20Rb
Jangan Mikir Lagi Bos !!
Jalan dan Kesempatan Sudah Ada Di Depan Mata
Jangan Sia-Siakan Kesempatan Yang Ada bos !!
Ingat Bahwa Kemenangan Bergantung Kepada Pilihan Anda.
Jangan Sampai Salah Pilih Situs , Untuk Jadi Jutawan Pianopoker.net Solusimya !!
Link : PianoPoker.Net
Join Sekarang Juga !! Kami Tunggu Kehadirannya Para Calon Jutawan