RADEN TUMENGGUNG PRAWIRODIGDOYO Lahir kurang lebih pada tahun 1780 sebagai anak kedua dari Raden Ngabehi Surotaruno III yang merupakan keturunandari ayah garis keenam dari I.S.K.S. Amangkurat Agung, (Tegal) keturunan dari Pangeran Notobroto I, Ibu garis keempat dari I.S.K.S. Pakubuwono I (Pangeran Puger) dari B.P.H. Puruboyo (Lumajang).
Landeping Trisula triniji suci : Janur (janating nur) ngugemi janji pangreksaning Allah, Cengkir (kencenging pikir) mandegani kawaskitan kamanungsan, Tebu (antebing qolbu) ngrantasi babagan kadigdayan... ikhlas, pasrah, sumarah, Iki dalan kanggo kang eling lan waspada, Bolo prewangan padha baris, rebut benering garis...
Sabtu, 27 November 2010
Minggu, 29 Agustus 2010
Bukan...
Bukan... bukan seberapa sering kami berikan pujian kepada-Mu... Karena hanya Engkau yang layak dapatkan pujian atas segalanya... SUBHANALLAH...
Bukan... bukan seberapa banyak pemberian dan kenikmatan yang Engkau berikan... Karena segala yang telah Engkau berikan sudah tak terhitung banyaknya... ALHAMDULILLAH...
Kamis, 22 April 2010
Menelusuri KRT. Prawirodigdoyo (I)
Rabu, 21 April 2010
KARTINI... BUKAN SEKEDAR WANITA DAN “EMANSIPASI”NYA
Kodrat
Wanita itu, secara kodrati tidaklah sama dengan pria, dikarenakan Tuhan YME telah menciptakan wanita dan pria dengan kewajiban biologis yang berbeda. Meski dipaksakan sekalipun, kaum pria mustahil melakukan kodrati biologis wanita, seperti menstruasi, pregnasi, laktasi (datang bulan, mengandung, melahirkan, sampai menyusui).
Mempersoalkan persamaan hak jender, berikut derajat antara wanita dengan pria, adalah kekeliruan yang merugikan, apabila mengabaikan aspek kodrati tersebut. Sedangkan, kodrat wanita lainnya yang sudah dipersepsikan sejak lama, yaitu menikah, mengurus keperluan suami, melahirkan anak, merawat dan menjaganya hingga dewasa. Meskipun dalam hal ini sering diartikan sebagai kebahagiaan alamiah, namun di lain pihak diartikan pula sebagai bentuk pengekangan yang mengakibatkan wanita tidak bisa bebas bergerak, terlebih menentukan nasibnya sendiri.
OUTPUT VALUE BERBANGSA DAN BERNEGARA
Kepekaan yang kritis
Dalam konteks berbangsa dan bernegara seseorang dituntut memiliki kepekaan. Kepekaan inilah yang terkadang mengansumsikan seseorang untuk berpersepsi atas situasi dan kondisi bangsa dan negaranya. Terlebih disaat sekarang, kepekaan seseorang yang sebenarnya bisa kita harapkan menjadi sebuah kesadaran kolektif untuk hidup berbangsa dan bernegara, namun seringkali disalah artikan sebagai kritik atas ketidak puasan, baik secara individu maupun publik, dan terlampau disayangkan pula apabila ketidak puasan tersebut sampai “tertunggangi” oleh kepentingan-kepentingan ekonomis, politis atau pun ideologis.
Langganan:
Postingan (Atom)